photo ec2b424c-dcd8-4a4a-871b-c33eea871545_zps88aaf69f.jpg

silakan di lihat - di like - di komen di cemoohkan - dll - dan lain lain ^_^ .

 photo c512ec46-9556-47f5-89ad-f0e4d75c4f03_zps3933cdab.jpg

silakan di lihat lihat - di like - di komen di cemoohkan - dan lain lain ^_^ .

 photo 08d0479b-370d-48b5-984d-8f64ac3bcfc5_zps0eec1a41.jpg

silakan di lihat lihat - di like - di komen di cemoohkan - dan lain lain ^_^ .

 photo lotofmoney_zps093cc50c.jpg

silakan di lihat lihat - di like - di komen di cemoohkan - dan lain lain ^_^.

 photo 4ad5cd1a-351b-4145-9d0d-f49bf6ea83bf_zpsad1acfbf.jpg

silakan di lihat lihat - di like - di komen di cemoohkan - dan lain lain ^_^ .

GELAS MAGNET / MUG MAGNET KESEHATAN

GELAS MAGNET / MUG MAGNET KESEHATAN STAINLESS STEEL
Kemas & Pengiriman: DUS
Keterangan: Gelas/Mug Magnet Kesehatan (Bio MAgnetic Medicine)

Meningkatkan kesehatan Anda dengan cara yang aman dan alami
Merubah air putih biasa menjadi air Hexagonal. Terapi bio-elektro magnetic akan menormalkan kembali medan magnet dalam tubuh, memperbaiki ketidak seimbangan sel-sel dan menyembuhkan dari berbagai masalah kesehatan. Diantaranya termasuk: Arthitis, Rematik, Radang Sendi, otot dan Pundak, Nyeri Punggung, Tengkuk, Nyeri Head, Stress, Tekanan Darah Tinggi, Penyakit Sirkulasi Darah, Dan Jaringan, Diabetes, Masalah Kegemukan, Penyakit Pernafasan, Asthma,dan Batuk, Sakit Kepala, Migran, Cedera Syaraf dan otot, Kelelahan dan kurang Tenaga.
Gelas Magnet Kesehatan ( Magnetic Medicine)
Manfaat Gelas Magnet Kesehatan ( Magnetic Medicine) :
- Melancarkan system peredaran darah
- Mengatasi gangguan asma dan bronchitis
- Mengaktifkan sel-sel dan meningkatkan metabolisme
- Mengatasi masalah darah tinggi dan darah rendah
- Mengatasi Penyakit Jantung koroner
- Meningkatkan kemampuan sex
- Membantu mengatasi rematik dan asam urat
- Membantu pembuangan racun dalam darah
- Mengatasi insomnia, migrain, vertigo
- Meningkatkan fungsi otak dan daya konsentrasi
- Mengurangi resiko kanker akibat radikal bebas
- Mengatasi gangguan pencernaan, hati dan lambung.

Harga : 215rb(blm ongkir)
Hub. 085724810999
Pin : 2141D0A9
Grab it fast !!





Slimming Suit Natasha

Slimming Suit Natasha merupakan produk pakaian pelangsing terlaris dan termurah di Indonesia. Sudah teruji dan terbukti aman, cocok dan direkomendasikan untuk :

1. Wanita yang mengalami kegemukan tubuh
2. Wanita yang mempunyai bentuk tubuh yang kurang memuaskan
3. Wanita yang mengalami menopause
4. Wanita setelah melahirkan
5. Wanita yang mendambakan bentuk tubuhnya lebih sempurna
6. Wanita yang sedang menyusui

Keterangan: slimming suit, korset pelangsing dengan infra merah sama seperti di TV (Tapi Bukan Merk JACO SINDO) adalah model lapisan pakaian dalam dengan tehnologi infra merah (fir), yang dapat mengurangi kadar lemak pada tubuh, menurunkan berat badan dan juga menjaga bentuk tubuh, kesehatan dan kebugaran dimanapun anda berada.
Warna : Hitam & cream
Harga : 215rb(blm ongkir)
Hub. 085724810999
Pin : 2141D0A9
Grab it fast !!

bantal selimut


BALMUT KEPALA BONEKA (homemade, merk Lovely)
Bantal Selimut alias BALMUT yaitu selimut/bedcover yg bisa dilipat menjadi bantal kepala boneka yg lucu & tentunya disukai anak.
Sangat praktis utk dibawa travelling & bentuknya compact shg tidak memakan tempat.
Bahan terbuat dr sprei TetoronCotton kualitas no.1 (dijamin tidak panas/berbulu shg nyaman dipakai), terdapat lapisan dacron & menggunakan zipper YKK. Kepala karakter cartoon nya dibordir agar eksklusif.
Cocok sbg hadiah utk family & kerabat.

Ukuran single 175x145cm, jk dilipat jd bantal boneka uk.50x45x10cm tergantung model.
Berat & volume +/- 1.4kg
Harga rp.215rb (blm ongkir)
Hub. 085724810999
PIN : 2141D0A9

Pemutih Gigi Revolusioner

Pemutih gigi revolusioner dengan teknologi Blue Light


-efektif memutihkan gigi secara cepat dan aman
-Disarankan oleh dokter gigi diseluruh dunia
-US patent brand
-Best seller di Europe

1 set contains :
-Light transmitter
-Whitening gel 2x20grams
-User manual
-Advance dental tray 1
-Lithium CO25 Battery

1. Apa sih guna produk ini?
untuk memutihkan gigi kamu, hanya dengan pemakaian 10 menit saja...
bisa dipakai setiap hari untuk mendapatkan hasil permanen.

2. Untuk mendapatkan hasil permanen kira2 butuh waktu berapa lama?
tergantung tingkat warna gigi kamu... rata-rata membutuhkan waktu 2 minggu - 1 bulan sudah putih bersih permanen

3. Apakah produk ini aman?
tentu saja :) produk ini dibuat dengan standard internasional, sudah best seller di beberapa negara, dan dijamin aman
TIDAK menimbulkan alergi, dan mengandung bahan2 yang AMAN dan sudah terdaftar.

4. Bagaimana cara kerjanya?
perpaduan antara gel dan alat sinar yang secara langsung mengikis warna kekuningan pada gigi anda. INGAT : TIDAK MENGIKIS EMAIL, sehingga sangat aman digunakan. Oleskan gel pada gigi anda, lalu gunakan alat nya, 10 menit per hari.
BISA MEMUTIHKAN GIGI YANG KUNING KARENA ALASAN APAPUN ^^

5. Bagaimana dengan harganya?
DIJAMIN MURAH. ini barang ASLI, dan TERJAMIN KUALITASNYA ^^

6. Bagaimana cara pakainya?
- Campurkan kedua gel untuk hasil maksimal.
- Oleskan pada mika LED Light bagian atas dan bawah.
- Letakkan di depan gigi (posisi tombol Light di atas)
- Tunggu 10-15 menit.
- Gunakan sehabis sikat gigi. (1x sehari)
- Setelah penyinaran, bersihkan gigi.

7. Apa aja kandungan dari gel'nya?
Glycerin,carbamide peroxide, aqua, hydrogen peroxide, providone, silica, carborner, sodium hydroxide, natural flavor, sodium saccharin, edta, phthalocyanine green

Pemakaian 8-10 kali bisa memutihkan gigi

Petunjuk cara membersihkan alat ada di dalam kemasan
Hrg : 55rb
Hub. 085724810999
PIN : 2141D0A9

Rahasia Suku Malayu di Pariangan

Distilasi Fakta
Tambo Alam Minangkabau memang sarat cerita-cerita yang kadang-kadang tidak logis, namun itu tidak menjadi halangan bagi penulis untuk menjadikannya sumber. Saya ingat konsep distilasi (peyaringan) dalam Ilmu Kimia Dasar, dimana pada hakikatnya kita bisa memisahkan unsur dari senyawa, serumit apapun senyawa itu. Sebelumnya saya sudah mendengar ungkapan kritis yang juga sinis bahwa Tambo itu isinya 98% mitos dan sisa yang 2% adalah fakta.

Dengan berbagai alasan dan dalih kenapa jumlah fakta cuma 2%, diantara dalih yang populer adalah karena disuruakkan untuk suatu tujuan. Soal Suruak Manyuruak ini juga yang terjadi pada kisah Mande Rubiah di Pesisir Selatan yang tidak ingin keberadaanya diketahui oleh Penguasa Kerajaan Pagaruyung sepeninggalnya.
Itu pula yang terjadi dalam pelajaran beberapa aliran Silek Minang, disuruakkan beberapa bagian dengan alasan tidak cocok dengan ajaran agama, padahal itu lebih disebabkan karena beberapa ajaran Silek itu mengajarkan konsep Al Huluj (Wahdatul Wujud) yang sesat dan menyesatkan.

Kembali Ke Cerita Awal
Kita tinggalkan sementara soal cerita pendaratan perahu di puncak Gunung Marapi, Kita simpan sementara latar belakang tokoh-tokoh (Cati Bilang Pandai orang India Lembah Indus, Sultan Maharajo Dirajo orang India juga (lihat gelar Maharaj nya), Anjing Mualim orang Persia, Harimau Campo orang Campa (Kamboja+Vietnam), Kambing Hutan orang Cambay (Malabar, India) dan Kucing Siam orang Thailand). Dari sini sudah jelas kalau mereka para imigran.
Sekarang kita fokuskan bahasan pada Nagari Pariangan. Apa yang akan kita cermati? Tentu saja penduduk awalnya, Siapa mereka itu?

Diatas telah kita sebutkan nama-nama tokoh yang ada dalam Tambo (Sultan Maharajo Dirajo dan pengiring-pengiringnya). Cukupkah? Tidak.

Kita masih ada satu informasi lagi yaitu Tujuh Suku Awal yang Menghuni Nagari Pariangan (pada beberapa versi ada 8 suku). Suku apakah yang tujuh itu : Koto, Piliang, Pisang, Malayu, Dalimo Panjang, Dalimo Singkek, Piliang Laweh dan Sikumbang
Ada apa dengan suku-suku itu?

Eureka, suku yang menjadi sorotan dalam cerita ini adalah Suku Malayu. Suku Malayu adalah salah satu suku utama Minangkabau yang berasal dari kerajaan Malayu Tua. Kerajaan Malayu Tua sudah ada pada abad ke 7 (tahun 600-an). Kerajaan Malayu didirikan oleh Sri Jayanagara yang turun dari gunung Marapi ke Minanga Tamwan sekitar tahun 603. 

Sedangkan Kerajaan Malayu Muda sering pula disebut dengan nama Kerajaan Dharmasraya. Dharmasraya didirikan oleh Sri Tribuana Raja Mauliwarmadewa yang masih seketurunan dengan Sri Jayanagara.

Berita tentang Kerajaan Malayu antara lain diketahui dari kronik Cina berjudul T’ang-hui-yao karya Wang P’u. Disebutkan bahwa ada sebuah kerajaan bernama Mo-lo-yeu yang mengirim duta besar ke Cina pada tahun 644 atau 645. Pengiriman duta ini hanya berjalan sekali dan sesudah itu tidak terdengar lagi kabarnya.

Pendeta I Tsing dalam perjalanannya pada tahun 671685 menuju India juga sempat singgah di pelabuhan Mo-lo-yeu. Saat ia berangkat, Mo-lo-yeu masih berupa negeri merdeka, sedangkan ketika kembali ke Cina, Mo-lo-yeu telah menjadi jajahan Shih-li-fo-shih (ejaan Cina untuk Sriwijaya).

Prof. Slamet Muljana berpendapat lain. Istilah Malayu berasal dari kata Malaya yang dalam bahasa Sansekerta bermakna “bukit”. Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Oleh karena itu, ia tidak setuju apabila istana Malayu terletak di Kota Jambi, karena daerah itu merupakan dataran rendah. Menurutnya, pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi.
Prasasti Tanyore menyebutkan bahwa ibu kota Kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. Slamet Muljana berpendapat bahwa istana Malayu terletak di Minanga Tamwan sebagaimana yang tertulis dalam prasasti Kedukan Bukit. Menurutnya, Minanga Tamwan adalah nama kuno dari Muara Tebo (atau Kabupaten Tebo di Provinsi Jambi).

Menurut tambo Minangkabau, Minanga Tamwan berada di bukit barisan tepatnya di hulu sungai Kampar, atau di sebelah timur Kabupaten Lima Puluh Kota sekarang. Minanga Tamwan atau Minanga Kabwa merupakan asal usul dari nama Minangkabau.
Sekilas Suku Suku Utama Minangkabau
  • Bodi dari Bhodi (pohon yang dimuliakan orang Budha)
  • Caniago dari Caniaga (niaga = dagang) ·
  • Koto dari Katta (benteng)
  • Piliang dari Pili Hyang (para dewa)
Jadi
  • Bodi Caniago adalah kelompok kaum Budha dan saudagar-saudagar (orang-orang niaga) yang memandang manusia sama derajatnya. Daerah asal diperkirakan dari Tiongkok, Campa dan Siam
  • Koto Piliang adalah kelompok orang-orang yang menganut agama Hindu dengan cara hidup menurut hirarki yang bertingkat-tingkat. Daerah asal diperkirakan dari India Selatan
Berikutnya
  • Suku Tanjuang berasal dari Marga Tanjung di Barus, Pesisir Barat Sumatera Utara, Barus sudah ramai penduduk sejak sebelum masehi
  • Suku Jambak (suku Campa) berasal dari Asia Tengah, mengembara ke selatan dan memasuki Sumatera lewat muara-muara sungai besar
  • Suku Sikumbang, seketurunan dengan Suku Jambak. Kedua suku ini (Jambak dan Sikumbang) sama-sama mengagungkan Harimau sebagai perlambang (Harimau Campa dan Harimau Kumbang)
  • Suku Malayu, berasal dari penduduk asli Sumatera yang pernah hidup di kerajaan-kerajaan Malayu Tua seperti Kandis dan Koto Alang, di kemudian hari penduduk dari Dharmasraya dan bangsa proto Melayu yang tinggal di antara Sungai Musi dan Sungai Batanghari juga disukukan sebagai Malayu dalam adat Minang. Suku ini sangat memuliakan Bukit Siguntang Mahameru. Lihat kembali Tambo Alam Surambi Sungai Pagu yang penduduk awalnya bersuku Malayu (http://mozaikminang.wordpress.com/2009/10/15/sejarah-alam-surambi-sungai-pagu/)
  • Suku Mandahiliang, suku pendatang dari Tapanuli Selatan yang dimasukkan kedalam adat Minangkabau
  • Suku Pisang, berasal dari penduduk Pisang di Kuala Inderagiri (lihat peta, lokasi di pangkal jalur merah)
  • Selebihnya adalah Suku-Suku pengembangan dari yang telah disebutkan, jadi tidak benar adanya suku awal itu hanyalah yang empat itu (Koto-Piliang-Bodi-Caniago) karena suku itu sejatinya adalah clan-clan atau bani-bani layaknya bani-bani yang ada di Jazirah Arab.
Dari suku-suku ini kita bisa memperkirakan tarikh kedatangan dan perkembangan wilayah yang kemudian disebut Minangkabau ini. Dari keberadaan Suku Malayu di Nagari Pariangan, kita bisa memperkirakan bahwa Pariangan didirikan setelah 600 Masehi (600 Tahun Sebelum Kerajaan Pagaruyung berdiri)
Tombo Lubuk Jambi, Kerajaan Kandis, Kerajaan Koto Alang dan Eksodusnya Patih dan Tumenggung Koto Alang ke Gunung Marapi

Tombo Lubuk Jambi adalah sumber diluar Minangkabau yang tidak lazim dijadikan rujukan oleh orang Minang. Saya melanggar ketidaklaziman itu, karena saya percaya kebudayaan Malayu Tua itu benar-benar tua dan lebih tua dari kebudayaan Minangkabau yang dirumuskan oleh kedua datuk kita itu.

Kerajaan Melayu Tua di Jambi
Di daerah Jambi terdapat tiga kerajaan Melayu tua yaitu, Koying, Tupo, dan Kantoli. Kerajaan Koying terdapat dalam catatan Cina yang dibuat oleh K’ang-tai dan Wan-chen dari wangsa Wu (222-208) tentang adanya negeri Koying. Tentang negeri ini juga dimuat dalam ensiklopedi T’ung-tien yang ditulis oleh Tu-yu (375-812) dan disalin oleh Ma-tu-an-lin dalam ensiklopedi Wen-hsien-t’ung-k’ao. Diterangkan bahwa di kerajaan Koying terdapat gunung api dan kedudukannya 5.000 li di timur Chu-po (Jambi). Di utara Koying ada gunung api dan di sebelah selatannya ada sebuah teluk bernama Wen. Dalam teluk itu ada pulau bernama P’u-lei atau Pulau. Penduduk yang mendiami pulau itu semuanya telanjang bulat, lelaki maupun perempuan, dengan kulit berwarna hitam kelam, giginya putih-putih dan matanya merah.
 Melihat warna kulitnya kemungkinan besar penduduk P’u-lei itu bukan termasuk rumpun Proto-Negrito atau Melayu Tua yang sebelumnya menghuni daratan Sumatera (Wikipedia, 2009).
Menurut data Cina Koying telah melakukan perdagangan dalam abad ke 3 M juga di Pasemah wilayah Sumatra Selatan dan Ranau wilayah Lampung telah ditemukan petunjuk adanya aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh Tonkin atau Tongkin dan Vietnam atau Fu-nan dalam abad itu juga. Malahan keramik hasil zaman dinasti Han (abad ke 2 SM sampai abad ke 2 M) di temukan di wilayah Sumatera tertentu.
Adanya kemungkinan penyebaran berbagai negeri di Sumatera Tengah hingga Palembang di Selatan dan Sungai Tungkal di utara digambarkan oleh Obdeyn (1942), namun dalam gambar itu kedudukan negeri Koying tidak ada. Jika benar Koying berada di sebelah timur Tupo atau Thu-po, Tchu-po, Chu-po dan kedudukannya di muara pertemuan dua sungai, maka ada dua tempat yang demikian yakni Muara Sabak Zabaq, Djaba, Djawa, Jawa dan Muara Tembesi atau Fo-ts’I, San-fo-tsi’, Che-li-fo-che sebelum seroang sampai di Jambi Tchan-pie, Sanfin, Melayur, Moloyu, Malalyu. Dengan demikian seolah-olah perpindahan Kerajaan Malayu Kuno pra-Sriwijaya bergeser dari arah barat ke timur mengikuti pendangkalan Teluk Wen yang disebabkan oleh sedimen terbawa oleh sungai terutama Batang Tembesi. Hubungan dagang secara langsung terjadi dalam perdagangan dengan negeri-negeri di luar di sekitar Teluk Wen dan Selat Malaka maka besar kemungkinan negeri Koying berada di sekitar Alam Kerinci.
Keberadaan Koying yang pernah dikenal di manca negara sampai abad ke 5 M sudah tidak kedengaran lagi. Diperkirakan setelah Koying melepaskan kekuasaanya atas kerajaan Kuntala, kejayaan pemerintahan Koying secara perlahan-lahan menghilang. Koying yang selama ini tersohor sebagai salah satu negara nusantara pemasok komoditi perdagangan manca negara sudah tidak disebut-sebut lagi. Keadaan seperti ini sebenarnya tidak dialami Koying saja, karena kerajaan lain pun yang pernah jaya semasa itu banyak pula yang mengalami nasib yang sama.

Namun yang jelas, di wilayah Alam Kerinci sebelum atau sekitar permulaan abad masehi telah terdapat sebuah pemerintahan berdaulat yang diakui keberadaanya oleh negeri Cina yang disebut dengan negeri Koying atau kerajaan Koying.

Tombo Lubuk Jambi
Pulau Perca adalah salah satu sebutan dari nama Pulau Sumatera sekarang. Pulau ini telah berganti-ganti nama sesuai dengan perkembangan zaman. Diperkirakan pulau ini dahulunya merupakan satu benua yang terhampar luas di bagian selatan belahan bumi. Karena perubahan pergerakan kulit bumi, maka ada benua-benua yang tenggelam ke dasar lautan dan timbul pulau-pulau yang berserakan. Pulau Perca ini timbul terputus-putus berjejer dari utara ke selatan yang dibatasi oleh laut. Pada waktu itu Pulau Sumatera bagaikan guntingan kain sehingga pulau ini diberi nama Pulau Perca. Pulau Sumatera telah melintasi sejarah berabad-abad lamanya dengan beberapa kali pergantian nama yaitu: Pulau Perca, Pulau Emas (Swarnabumi), Pulau Andalas dan terakhir Pulau Sumatra.

Pulau Perca terletak berdampingan dengan Semenanjung Malaka yang dibatasi oleh Selat Malaka dibagian Timur dan Samudra Hindia sebelah barat sebagai pembatas dengan Benua Afrika. Pulau Perca berdekatan dengan Semenanjung Malaka, maka daerah yang dihuni manusia pertama kalinya berada di Pantai Timur Pulau Perca karena lebih mudah dijangkau dari pada Pantai bagian barat. Pulau Perca yang timbul merupakan Bukit Barisan yang berjejer dari utara ke selatan, dan yang paling dekat dengan Semenanjung Malaka adalah Bukit Barisan yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi sekarang, tepatnya adalah Bukit Bakau yang bertalian dengan Bukit Betabuh dan Bukit Selasih (sekarang berada dalam wilayah Kenagorian Koto Lubuk Jambi Gajah Tunggal, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Propinsi Riau), sedangkan daratan yang rendah masih berada di bawah permukaan laut.

Nenek moyang Lubuk Jambi diyakini berasal dari keturunan waliyullah Raja Iskandar Zulkarnain. Tiga orang putra Iskandar Zulkarnain yang bernama Maharaja Alif, Maharaja Depang dan Maharaja Diraja berpencar mencari daerah baru. Maharaja Alif ke Banda Ruhum, Maharaja Depang ke Bandar Cina dan Maharaja Diraja ke Pulau Emas (Sumatra). Ketika berlabuh di Pulau Emas, Maharaja Diraja dan rombongannya mendirikan sebuah kerajaan yang dinamakan dengan Kerajaan Kandis yang berlokasi di Bukit Bakar/Bukit Bakau. Daerah ini merupakan daerah yang hijau dan subur yang dikelilingi oleh sungai yang jernih.

Maharaja Diraja sesampainya di Bukit Bakau membangun sebuah istana yang megah yang dinamakan dengan Istana Dhamna. Putra Maharaja Diraja bernama Darmaswara dengan gelar Mangkuto Maharaja Diraja (Putra Mahkota Maharaja Diraja) dan gelar lainnya adalah Datuk Rajo Tunggal (lebih akrab dipanggil). Datuk Rajo Tunggal memiliki senjata kebesaran yaitu keris berhulu kepala burung garuda yang sampai saat ini masih dipegang oleh Danial gelar Datuk Mangkuto Maharajo Dirajo. Datuk Rajo Tunggal menikah dengan putri yang cantik jelita yang bernama Bunda Pertiwi. Bunda Pertiwi bersaudara dengan Bunda Darah Putih (di Minangkabau dikenal dengan Kembang Daro Maharani dan Kembang Daro Bendahari) Bunda Darah Putih yang tua dan Bunda Pertiwi yang bungsu. Setelah Maharaja Diraja wafat, Datuk Rajo tunggal menjadi raja di kerajaan Kandis. Bunda Darah Putih dipersunting oleh Datuk Bandaro Hitam. Lambang kerajaan Kandis adalah sepasang bunga raya berwarna merah dan putih.

Kehidupan ekonomi kerajaan Kandis ini adalah dari hasil hutan seperti damar, rotan, dan sarang burung layang-layang, dan dari hasil bumi seperti emas dan perak. Daerah kerajaan Kandis kaya akan emas, sehingga Rajo Tunggal memerintahkan untuk membuat tambang emas di kaki Bukit Bakar yang dikenal dengan tambang titah, artinya tambang emas yang dibuat berdasarkan titah raja. Sampai saat ini bekas peninggalan tambang ini masih dinamakan dengan tambang titah.

Hasil hutan dan hasil bumi Kandis diperdagangkan ke Semenanjung Melayu oleh Mentri Perdagangan Dt. Bandaro Hitam dengan memakai ojung atau kapal kayu. Dari Malaka ke Kandis membawa barang-barang kebutuhan kerajaan dan masyarakat. Demikianlah hubungan perdagangan antara Kandis dan Malaka sampai Kandis mencapai puncak kejayaannya. Mentri perdagangan Kerajaan Kandis yang bolak-balik ke Semenanjung Malaka membawa barang dagangan dan menikah dengan orang Malaka. Sebagai orang pertama yang menjalin hubungan perdagangan dengan Malaka dan meninggalkan cerita Kerajaan Kandis dengan Istana Dhamna kepada anak istrinya di Semenanjung Melayu.
Dt. Rajo Tunggal memerintah dengan adil dan bijaksana. Pada puncak kejayaannya terjadilah perebutan kekuasaan oleh bawahan Raja yang ingin berkuasa sehingga terjadi fitnah dan hasutan. Orang-orang yang merasa mampu dan berpengaruh berangsur-angsur pindah dari Bukit Bakar ke tempat lain di antaranya ke Bukit Selasih dan akhirnya berdirilah kerajaan Kancil Putih di Bukit Selasih tersebut.

Air laut semakin surut sehingga daerah Kuantan makin banyak yang timbul (Dalam Tambo Minangkabau ini yang disebut Bumi Basentak Naiak, Lauik Basentak Turun). Kemudian berdiri pula kerajaan Koto Alang di Botung (Desa Sangau sekarang) dengan Raja Aur Kuning sebagai Rajanya. Penyebaran penduduk Kandis ini ke berbagai tempat yang telah timbul dari permukaan laut, sehingga berdiri juga Kerajaan Puti Pinang Masak/Pinang Merah di daerah Pantai (Lubuk Ramo sekarang). Kemudian juga berdiri Kerajaan Dang Tuanku di Singingi dan kerajaan Imbang Jayo di Koto Baru (Singingi Hilir sekarang) –> Ini adalah latar cerita Cindua Mato, berarti cerita ini berlatar abad ke 8
Dengan berdirinya kerajaan-kerajaan baru, maka mulailah terjadi perebutan wilayah kekuasaan yang akhirnya timbul peperangan antar kerajaan. Kerajaan Koto Alang memerangi kerajaan Kancil Putih, setelah itu kerajaan Kandis memerangi kerajaan Koto Alang dan dikalahkan oleh Kandis. Kerajaan Koto Alang tidak mau diperintah oleh Kandis, sehingga Raja Aur Kuning pindah ke daerah Jambi, sedangkan Patih dan Temenggung pindah ke Merapi.

Kepindahan Raja Aur Kuning ke daerah Jambi menyebabkan Sungai yang mengalir di samping kerajaan Koto Alang diberi nama Sungai Salo, artinya Raja Bukak Selo (buka sila) karena kalah dalam peperangan. Sedangkan Patih dan Temenggung lari ke Gunung Merapi (Sumatra Barat) di mana keduanya mengukir sejarah Sumatra Barat, dengan berganti nama Patih menjadi Dt. Perpatih nan Sabatang dan Temenggung berganti nama menjadi Dt. Ketemenggungan.

Tidak lama kemudian, pembesar-pembesar kerajaan Kandis mati terbunuh diserang oleh Raja Sintong dari Cina belakang, dengan ekspedisinya dikenal dengan ekspedisi Sintong. Tempat berlabuhnya kapal Raja Sintong, dinamakan dengan Sintonga. Setelah mengalahkan Kandis, Raja Sintong beserta prajuritnya melanjutkan perjalanan ke Jambi. Setelah kalah perang pemuka kerajaan Kandis berkumpul di Bukit Bakar, kecemasan akan serangan musuh, maka mereka sepakat untuk menyembunyikan Istana Dhamna dengan melakukan sumpah. Sejak itulah Istana Dhamna hilang, dan mereka memindahkan pusat kerajaan Kandis ke Dusun Tuo (Teluk Kuantan sekarang).

Analisa Mitologi Minangkabau vs Mitologi Lubuk Jambi
Terlepas dari benar tidaknya sebuah mitologi, kesamaan cerita dalam mitos tersebut akan mengantarkan pada suatu titik terang. Tambo Minangkabau begitu indah didengar ketika pesta nikah kawin dalam bentuk pepatah adat menunjukkan kegemilangan masa lalu. Tambo Minangkabau dan Tombo Lubuk Jambi, dua cerita yang bertolak belakang. Minangkabau mengatakan bahwa nenek moyangnya adalah Sultan Maharaja Diraja putra Iskandar Zulkarnain yang berlabuh di puncak gunung merapi. Air laut semakin surut keturunan Maharaja Diraja berkembang di sana hingga menyebar kebeberapa daerah di Sumatra. Lain halnya dengan tambo Lubuk Jambi, tambo itu mengatakan bahwa nenek moyangnya adalah Maharaja Diraja Putra Iskandar Zulkarnain, berlabuh di Bukit Bakar dan membangun peradaban di sana. Dari Lubuk Jambi keturunan-keturunannya menyebar ke Minangkabau dan Jambi. Namun tambo tidak menyebutkan tahun. Itulah sebabnya daerah ini dinamakan Lubuk Jambi yang berarti asalnya (lubuk) orang-orang Jambi. Menurut ceritanya, Kandis sejak kalah perang dalam ekspedisi Sintong dan penyembunyian peradaban mereka ceritanya disampaikan secara rahasia dari generasi ke generasi oleh Penghulu Adat atau dikenal dalam istilahnya ”Rahasio Penghulu”. Namun kebenaran cerita rahasia ini perlu dibuktikan.

Dari kedua tambo tersebut di atas, dapat ditarik benang merah yaitu ”sama-sama menyebutkan bahwa nenek moyang mereka adalah Iskandar Zulkarnain”. Tapi dalam catatan sejarah yang diketahui Iskandar Zulkarnain (Alexander the Great/ Alexander Agung) tidak mempunyai keturunan.

Jalur Pelarian Datuk Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang
Menyambung cerita diatas kedua pejabat Kerajaan Koto Alang (Patih dan Tumenggung) memudiki Batang Kuantan (Hulu Indragiri) sampai ke Silungkang dan diperkirakan sampai di Lembang Jaya Solok dan kemudian menurun ke Danau Singkarak dan menyusuri danau tersebut kearah utara menuju Gunung Marapi.
Dengan melihat foto Gunuang Marapi yang saya lampirkan, pembaca tidak akan heran mengapa dalam Tambo muncul cerita tentang Gunung Marapi yang terlihat menjulang dari Lautan, karena sesungguhnya lautan yang dimaksud adalah Danau Singkarak!
Ada Apa Dengan Gunung Marapi?
Hipotesa saya akan berakhir disini. Jika orang mempertanyakan benar tidaknya soal pendaratan di Gunung Marapi dan buru-buru sinis, saya justru tersenyum. Ada Apa Dengan Gunung Marapi?
Pertama sekali perlu kita pahami Latar Sosial dan Religi para pendahulu kita ini.
Datuak Katumanggungan terlepas dia keturunan siapa, jelas-jelas sangat lekat dengan ajaran agama Hindu. Salah satu ciri religiusitas agama Hindu kuno adalah memuliakan gunung-gunung sebagai gunung-gunung suci yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa utama. Karena itu dimanapun mereka berada mereka akan mencari gunung-gunung ini dan kemudian mentasbihkannya sebagai tempat suci, tempat bertapa, tempat memohon petunjuk tempat mencari ilmu dll. Contoh :
  • Masyarakat Hindu India Utara memuliakan Gunung Mahameru di Himalaya
  • Masyarakat Hindu Melayu memuliakan Gunung Ledang dan Bukit Siguntang
  • Masyarakat Hindu Kerinci yang datang dari India Selatan memuliakan Gunung Kerinci (Kerinci Sandaran Agung)
  • Masyarakat Hindu Jawa memuliakan Gunung Semeru dan Gunung Merapi
  • dan lain sebagainya
Jadi fenomena mencari Gunung Suci ini tidaklah aneh dalam perspektif ini
Datuak Perpatih Nan Sabatang sangat lekat dengan agama Buddha. Terlihat dari pandangannya yang melihat semua orang sama dan tidak berkasta kasta. Beliau suka berfilsafat dan mengarang berbagai undang-undang. Ajaran Budha memuliakan air dan bunga (biasanya dalam bentuk Danau dan Teratai) dan simbol-simbol angka delapan.
Kesimpulannya kedua orang ini berasal dari 2 etnis yang berbeda. Datuk Katumanggungan orang keturunan India, Datuk Perpatih Nan Sabatang orang keturunan Asia Timur (tidak jelas darimana yang jelas beragama Buddha ala timur). Yang jelas-jelas disebutkan dari Tiongkok adalah Datuk Tantejo Gurhano sang arsitek Rumah Gadang (kemungkinan bermarga Tan)

Soal Cerita Keturunan Iskandar Zulkarnain itu?
Kedua Datuk menurunkan cerita itu kepada kita lengkap dengan Undang Undang dan Konstitusi yang mereka susun. Saya lebih suka mengasosiasikan cerita Iskandar Zulkarnain ini dengan Pancasila yang diciptakan ketika akan membuat negara Indonesia. Cerita ini perlu dibuat untuk menyatukan anak cucu nantinya (apalagi malu karena disebut orang terusir, tentu bukan cerita eksodus inilah yang akan diwariskan pada keturunan). Fenomena seperti ini masih bisa kita lihat sekarang ini di negara-negara seperti Turkmenistan dan Korea Utara.

Soal Menhir di Mahat
Menhir di Mahat adalah satu Kebudayaan Megalithikum dari Bangsa Proto Melayu yang datang lebih dahulu ke Pulau Sumatera. Jika dilihat pada peta, Mahat berada di Hulu Sungai Kampar. kemungkinan besar bangsa Proto Melayu dari Yunnan yang bermigrasi 2500 SM ini masuk melalui entreport Kuala Kampar. Cerita yang sama dengan kedua datuk kita, namun terjadi 3000 tahun sebelumnya.
Soal Masyarakat Alam Kerinci
Masyarakat Alam Kerinci adalah campuran Proto Melayu dan Imigran dari India Selatan. Bukti : ada daerah bernama Muara Madras disana (Madras adalah Ibukota Tamilnadu di India Selatan). Masyarakat Kerinci sudah ada pada saat Kerajaan Kandis memerintah. Kemungkinan penduduk asal India Selatannya masuk lewat entreport Kuala Tungkal (Muara Batang Hari)

Soal Melayu Muda Dharmasraya
Dharmasraya adalah kerajaan yang muncul belakangan, sekitar abad ke 8 (tahun 700-an Masehi), sebelum Sriwijaya berdiri. Jika Melayu Tua berkuasa di DAS Sungai Kampar dan Kandis berkuasa di DAS Sungai Inderagiri maka Dharmasraya berkuasa di DAS Sungai Batanghari (semakin bergerak ke selatan). Sriwijaya yang akhirnya menguasai Dharmasraya meneruskan tradisi berpindah ke selatan ini dengan mendirikan pusat kerajaan di DAS Sungai Musi.
Pemerintahan Dharmasraya ini sezaman dengan pemerintahan Datuk yang Berdua ini. Cerita Dang Tuanku dan Bundo Kandung juga berlatar abad ke 7 Masehi. Ini menihilkan hipotesa bahwa Dang Tuanku adalah Adityawarman (hidup 400 tahun kemudian).
Soal Prasasti Padang Candi yang memuat nama Dewa Tuhan Perpatih
Prasasti Padang Candi adalah Prasasti Penobatan Aditiawarman. Nama Dewa Tuhan Perpatih yang disebut sering dikaitkan dengan Datuak Perpatiah Nan Sabatang. Jika dikonfrontir naskah Tombo Lubuk Jambi dengan Prasasti ini akan ditemukan selisih waktu 400 tahun!
Apakah mungkin Datuak Perpatih dan Sabatang dan Datuak Katumanggungan hidup dalam periode 800 M – 1200 M? Walaahualam.



























Ingin Hidup Selalu Bahagia? Ini Tipsnya...

 

INILAH.COM, Jakarta - Hal apa yang paling diinginkan dalam kehidupan bagi setiap orang? Jawabannya adalah kehidupan lebih baik dan bahagia.

Meskipun definisi kebahagiaan bagi setiap indivisu adalah berbeda-beda, namun ada hal-hal yang mendasar yang bisa mengantarkan seseorang mencapai kebahagiaan hidup.

Seperti dikutip dari Sheknows, berikut beberapa strategi jitu yang membuat kehidupan selalu bahagia:

Selalu bersyukur

Ketika Anda selalu melihat hal lebih tinggi, maka Anda tak akan pernah bahagia. Jadi, belajarlah bersyukur dengan apa yang Anda miliki sekarang.
Misalnya saja pekerjaan yang baik, rambut yang indah, pinggang kecil dan sebagainya. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindarkan Anda dari rasa depresi.

Berbagi dengan orang lain

Ketika Anda diberikan rezeki berlimpah, jangan lupa untukmembagikannya dengan orang yang membutuhkan. Dengan berbagi, hal ini akan menjadi kebahagiaan terendiri bagi Anda. Selain itu, melakukan hal yang positif maka dengan sendirinya bahagia pun bakal menghampiri Anda

Berpikiran positif

Bergaul dengan orang-orang yang positif akan memberi Anda sisi terang dan tak akan membuat energi Anda terkontaminasi menjadi negatif. Anda akan terhindar dari sifat mengeluh atau uring-uringan. Pasalnya, energi positif dari teman-teman Anda dengan sendirinya akan menular pada diri Anda.

Hargai diri Anda

Pada titik tertentu, Anda pun perlu memanjakan diri sebagai bentuk penghargaan pada diri sendiri. Misalnya saja ketika Anda menyukai film horor, maka manjakan Anda dengan menonton film tersebut sepuasnya.
Cintailah keunikan yang Anda miliki tersebut dan belajarlah untuk menghargai keunikan itu. Cara ini jauh lebih membuat pria dan orang-orang di sekeliling untuk menghargai Anda.
Mencoba hal baru

Terjebak dalam sebuah kebiasaan yang sama setiap hari tidak hanya akan membosankan namun bisa membuat diri Anda semakin tertekan. Dengan begitu banyak hal yang harus dilakukan, sebisa mungkin disarankan untuk selalu mencoba hal yang baru dalam sebuah kehidupan.

Pasalnya, dengan mencoba sebuah hal baru Anda akan merasa puas bahkan merasa bahagia karena Anda dapat masuk ke dalam perkembangan dunia yang baru. [mor]






























sumber

Suku Kerinci Lebih Tua dari Proto-Melayu



Peneliti kebudayaan Kerinci, Iskandar Zakaria, mengungkapkan, keberadaan Suku Kerinci Provinsi Jambi yang menghuni dataran tinggi puncak Andalas perbukitan barisan jauh lebih tua dari Proto-Melayu yang dianggap sebagai suku Melayu tertua.

"Para antropolog beranggapan bahwa Suku Kerinci adalah bagian penting dari jejak sejarah dan peradaban Proto-Melayu yang merupakan suku Melayu tertua atau angkatan pertama mendiami daratan Sumatera," kata Iskandar Zakaria di Kerinci, Rabu (18/5/2011).

Peneliti kebudayaan Kerinci kelahiran Sumatera Barat tersebut mengatakan, bukti temuan artefak purbakala yang berhasil ditemukan dan sudah ada selama 40 tahun menunjukkan bahwa sesungguhnya Suku Kerinci itu jauh lebih tua dari Proto-Melayu.

Pihaknya berkeyakinan tentang apa yang tercantum dalam salah satu sko (benda pusaka) berupa tambo adat dan silsilah suku Kerinci yang mereka jadikan riset.

Pada ribuan tahun sebelum Masehi, gelombang pertama para imigran suku Proto-Melayu dari Yunan China Selatan atau Hindia belakang berdatangan ke puncak Andalas.

Saat itu, rombongan para pendatang sudah menemukan adanya manusia di daerah tersebut, tepat di sekitar gunung berapi yang diyakini adalah Gunung Kerinci.

Tidak hanya itu, manusia purba di Kerinci itu pun dikatakan memiliki pengetahuan dan peradaban lebih tinggi dari mereka. Suku setempat tersebut sudah mengenal api dan mampu mengolah serta memanfaatkan besi atau logam.

"Dikisahkan, konon, saat itu orang pertama atau penduduk pribumi itu menggunakan kayu siegie (pinus merkusi, Strain Kerinci) yang memang mengandung getah minyak yang bisa terbakar sebagai obor. Begitu juga mata tombak yang dari batu dan logam. Oleh karena itu, mereka bisa membangun artefak batu menjadi sarana berbagai keperluan, seperti untuk altar persembahan, untuk peristirahatan, dan lainnya," papar Iskandar.

Salah satu bentuk artefak peninggalan zaman megalitikum tersebut adalah batu-batu berupa dudukan kursi, bangku, batu pintu atau menyerupai gapura, tungku atau altar, serta sarkofagus yang kesemuanya diperkirakan hanya melalui proses pemahatan sangat sederhana dan kasar.

Batu-batu tersebut ditemukan banyak tersebar di daerah berbukit-bukit atau dataran tinggi di berbagai kecamatan, baik dalam Kabupaten Kerinci maupun Kota Sungaipenuh seperti di Kecamatan Gunung Raya, Keliling Danau, Batang Merangin, Sitinjau Laut, Danau Kerinci, Kumun-Debai.
Kondisi demikian meliputi desa-desa seperti di Muak, Benik, Jujun, Pulau Sangkar di Gunung Raya, Hiang Tinggi, dan di Kumun.

Dalam perjalanan perkembangan peradaban berikutnya yang lebih muda dapat ditemukan pula batu-batu Seilindrik dan batu bergambar, juga menhir-menhir dan gua-gua.
Dari semua itu diyakini bahwa perkakas yang digunakan sudah semakin maju, berupa kapak, pahat, baji, dan beliung dari besi.

Bahkan, tambahnya, dengan benda-benda purbakala itu sebagian masyarakat adat di Kerinci berani beranggapan kalau sesungguhnya mereka dulu adalah satu dari keturunan sepasang umat Nabi Nuh AS. Mereka diturunkan dari kapal Nabi di dataran tinggi Kerinci ketika air laut mulai surut, untuk membangun peradaban di kawasan tersebut.

Gigi dan fosil dalam ukuran raksasa diduga milik manusia atau makluk purba Homo Kerinciensis ditemukan warga di Desa Kumun Hilir, Kecamatan Kumun-Debai, tiga kilometer dari pusat Kota Sungaipenuh. Terungkapnya fakta tersebut belakangan ini semakin memperkuat asumsi dugaan dan perkiraan itu.
"Kalau temuan fosil dan gigi tersebut berhasil disimpulkan laboratorium kepurbakalaan di Jakarta, maka sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah salah satu bukti dan fakta kuat bagi mata rantai peradaban tua Suku Kerinci yang diyakini jauh lebih tua dari Proto-Melayu," ungkapnya.

Ia memperkirakan, gelombang Proto-Melayu datang pada rentang waktu beberapa abad sebelum Masehi. Sementara itu, suku purba Kerinci sudah mendiami daratan tersebut ribuan tahun sebelumnya.
"Saya sudah menelaah tentang hal ini selama hampir 40 tahun. Belasan buku telah saya susun sebagai gambaran kesimpulan sementara saya. Namun, hingga kini saya mengaku masih belum mampu membuat kesimpulan akhir karena berbagai keterbatasan perangkat dalam riset yang saya lakukan," tandasnya.




























sumber 

Orang Indonesia Lebih Bahagia Daripada Orang Hongkong

Sebanyak 84,7% rakyat Indonesia mengaku bahagia. Hal itu terungkap dalam survei yang diadakan Lingkaran Survei Indonesia (LSI).
Hasil survei menunjukkan sebanyak 14,2% rakyat Indonesia menyatakan sangat bahagia dan 70,5% mengaku cukup bahagia. Apabila digabungkan, total sebanyak 84,7% merasa bahagia. Adapun yang mengaku kurang bahagia dan tidak bahagia sama sekali secara keseluruhan sebesar 12,2%.
Dari hasil survei tersebut, Direktur Lingkaran Survey Kebijakan Publik (LSKP) LSI Group, Sunarto Ciptoharjono mengatakan ada beberapa faktor penting yang dapat menjelaskan alasan seseorang merasa bahagia.
“Pertama, kualitas kesehatan. Orang yang merasa sehat dan tidak mengalami gangguan kesehatan, semakin merasa bahagia. Kedua, keamanan. Orang yang merasa bahwa lingkungannya aman, akan merasa lebih bahagia. Ketiga, uang atau pendapatan. Orang yang punya pendapatan cukup, merasa lebih bahagia,” terang Sunarto dalam sebuah kesempatan.
Survei ini diadakan pada awal Oktober 2010 dengan populasi nasional dan menggunakan metode penarikan sampel Multistage Random Sampling (MRS). Jumlah sampel 1.000 orang dengan tingkat kesalahan sampel (sampling error) plus minus 4%. Tingkat kebahagiaan umumnya diukur dengan dua metode, yakni objektif dan subjektif.
Metode objektif dilakukan dengan mengumpulkan dan menghimpun data menyangkut kualitas kehidupan publik suatu negara seperti jangkauan asuransi kesehatan, kualitas lingkungan dan, air bersih. Adapun metode subjektif dilakukan dengan meminta publik menilai sendiri kehidupan mereka. Survei LSI ini menggunakan metode subjektif.
Sunarto mengungkapkan, apabila dibandingkan dengan negara-negara yang pernah disurvei World Value Survey (WVS), Indonesia berada di posisi ke-32. “Indonesia menempati posisi ke-32 dari 57 negara yang pernah disurvei WVS,” ungkapnya.
Selandia Baru berada di urutan teratas dengan 97,3% penduduknya mengaku sangat atau cukup berbahagia. Kemudian disusul Kanada, Norwegia, Swedia, dan Malaysia. Namun, Indonesia berada di atas Hongkong, Jerman, dan China. “Yang menarik, kita lebih bahagia bila dibandingkan dengan Hongkong dan Jerman,” kata Sunarto. Survei LSI mengadopsi metode yang sama dengan yang digunakan WVS.
Sunarto menegaskan bahwa hasil survei ini tidak bisa dijadikan ukuran bahwa kebijakan pemerintah sudah berhasil. “Karena parameter kita adalah parameter yang subjektif, faktor perasaan. Kita cuma melihat tingkat kebahagiaan berdasarkan pengakuan responden,” jelasnya.
Metode subjektif, sambung Sunarto, berbeda dengan human development index. “Kalau human development index itu dari kebijakan pemerintah, tingkat mortalitas, tingkat kematian bayi, dan lain-lain. Kalau ini tidak, ini berdasarkan perasaan subjektif. Dalam kondisi apapun, kalau dia merasa bahagia, ya sudah,” pungkasnya.






















Aceh : Legenda dan Mitos tentang nama Aceh

Aceh adalah nama sebuah Bangsa yang mendiami ujung paling utara pulau sumatera yang terletak di antara samudera hindia dan selat malaka.

Aceh merupakan sebuah nama dengan berbagai legenda dan mitos , sebuah bangsa yang sudah dikenal dunia internasional sejak berdirinya kerajaan poli di Aceh Pidie dan mencapai puncak kejayaan dan masa keemasan pada zaman Kerajaan Aceh Darussalam di masa pemerintahan Sulthan Iskandar Muda hingga berakhirnya kesulthanan Aceh pada tahun 1903 di masa Sulthan Muhammad Daud Syah.

Dan walau dalam masa 42 tahun sejak 1903 s/d 1945 Aceh tanpa pemimpin, Aceh tetap berdiri dan terus berjuang mempertahankan kemerdekaannya dari tangan Belanda dan Jepang yang dipimpin oleh para bangsawan, hulubalang dan para pahlawan Aceh seperti Tgk Umar, Cut Nyak Dhien dan lain-lain dan juga Aceh mempunyai andil yang sangat besar dalam mempertahankan Nusantara ini dengan pengorbanan rakyat dan harta benda yang sudah tak terhitung nilainya hingga Aceh bergabung dengan Indonesia karena kedunguan dan kegoblokan Daud Beureueh yang termakan oleh janji manis dan air mata buaya Soekarno.

Banyak sekali tentang mitos tentang nama Aceh, Berikut beberapa mitos tentang nama Aceh yang dirangkum dari berbagai catatan lama seperti yang saya kutip dari Web Forum Plasa.

1. Menurut H. Muhammad Said (1972), sejak abad pertama Masehi, Aceh sudah menjadi jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Aceh menjadi salah satu tempat singgah para pelintas. Malah ada di antara mereka yang kemudian menetap. Interaksi berbagai suku bangsa kemudian membuat wajah Aceh semakin majemuk.Sepeti dikutip oleh H.M.Said catatan Thomas Braddel yang menyebutkan, di zaman Yunani, orang-orang Eropa mendapat rempah-rempah Timur dari saudagar Iskandariah, Bandar Mesir terbesar di pantai Laut Tengah kala itu. Tetapi, rempah-rempah tersebut bukanlah asli Iskandariah, melainkan mereka peroleh dari orang Arab Saba.Orang-orang Arab Saba mengangkut rempah-rempah tersebut dari Barygaza atau dari pantai Malabar India dan dari pelabuhan-pelabuhan lainnya. Sebelum diangkut ke negeri mereka, rempah-rempah tersebut dikumpulkan di Pelabuhan Aceh.

2. Raden Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya Kesultanan Aceh (Terjemahan Teuku Hamid, 1982/1983) menyebutkan bahwa berita-berita tentang Aceh sebelum abad ke-16 Masehi dan mengenai asal-usul pembentukan Kerajaan Aceh sangat bersimpang-siur dan terpencar-pencar.

3. HM. Zainuddin (1961) dalam bukunya Tarich Aceh dan Nusantara, menyebutkan bahwa bangsa Aceh termasuk dalam rumpun bangsa Melayu, yaitu; Mantee (Bante), Lanun, Sakai Jakun, Semang (orang laut), Senui dan lain sebagainya, yang berasal dari negeri Perak dan Pahang di tanah Semenanjung Melayu.Semua bangsa tersebut erat hubungannya dengan bangsa Phonesia dari Babylonia dan bangsa Dravida di lembah sungai Indus dan Gangga, India. Bangsa Mante di Aceh awalnya mendiami Aceh Besar, khususnya di Kampung Seumileuk, yang juga disebut Gampong Rumoh Dua Blah.Letak kampung tersebut di atas Seulimum, antara Jantho dan Tangse. Seumileuk artinya dataran yang luas. Bangsa Mante inilah yang terus berkembang menjadi penduduk Aceh Lhee Sagoe (di Aceh Besar) yang kemudian ikut berpindah ke tempat-tempat lainnya.Sesudah tahun 400 Masehi, orang mulai menyebut ”Aceh” dengan sebutan Rami atau Ramni. Orang-orang dari Tiongkok menyebutnya lan li, lanwu li, nam wu li, dan nan poli yang nama sebenarnya menurut bahasa Aceh adalah Lam Muri.Sementara orang Melayu menyebutnya Lam Bri (Lamiri). Dalam catatan Gerini, nama Lambri adalah pengganti dari Rambri (Negeri Rama) yang terletak di Arakan (antara India Belakang dan Birma), yang merupakan perubahan dari sebutan Rama Bar atau Rama Bari.

4. Rouffaer, salah seorang penulis sejarah, menyatakan kata al Ramni atau al Rami diduga merupakan lafal yang salah dari kata-kata Ramana. Setelah kedatangan orang portugis mereka lebih suka menyebut orang Aceh dengan Acehm.

5. Sementara orang Arab menyebutnya Asji. Penulis-penulis Perancis menyebut nama Aceh dengan Acehm, Acin, Acheh ; orang-orang Inggris menyebutnya Atcheen, Acheen, Achin. Orang-orang Belanda menyebutnya Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin, Atsjiem, Atsjeh, dan Atjeh. Orang Aceh sendiri, kala itu menyebutnya Atjeh.

6. Informasi tentang asal-muasal nama Aceh memang banyak ragamnya. Dalam versi lain, asal-usul nama Aceh lebih banyak diceritakan dalam mythe, cerita-cerita lama, mirip dongeng. Di antaranya, dikisahkan zaman dahulu, sebuah kapal Gujarat (India) berlayar ke Aceh dan tiba di Sungai Tjidaih (baca: ceudaih yang bermakna cantik, kini disebut Krueng Aceh).Para anak buah kapal (ABK) itu pun kemudian naik ke darat menuju Kampung Pande. Namun, dalam perjalanan tiba-tiba mereka kehujanan dan berteduh di bawah sebuah pohon. Mereka memuji kerindangan pohon itu dengan sebutan, Aca, Aca, Aca, yang artinya indah, indah, indah. Menurut Hoesein Djajadiningrat, pohon itu bernama bak si aceh-aceh di Kampung Pande (dahulu), Meunasah Kandang. Dari kata Aca itulah lahir nama Aceh.

7. Dalam versi lain diceritakan tentang perjalanan Budha ke Indo China dan kepulauan Melayu. Ketika sang budiman itu sampai di perairan Aceh, ia melihat cahaya aneka warna di atas sebuah gunung. Ia pun berseru “Acchera Vaata Bho” (baca: Acaram Bata Bho, alangkah indahnya). Dari kata itulah lahir nama Aceh. Yang dimaksud dengan gunung cahaya tadi adalah ujung batu putih dekat Pasai.

8. Dalam cerita lain disebutkan, ada dua orang kakak beradik sedang mandi di sungai. Sang adik sedang hamil. Tiba-tiba hanyut sebuah rakit pohon pisang. Di atasnya tergeletak sesuatu yang bergerak-gerak. Kedua putri itu lalu berenang dan mengambilnya. Ternyata yang bergerak itu adalah seorang bayi. Sang kakak berkata pada adiknya “Berikan ia padaku karena kamu sudah mengandung dan aku belum.”Permintaan itu pun dikabulkan oleh sang adik. Sang kakak lalu membawa pulang bayi itu ke rumahnya. Dan, ia pun berdiam diri di atas balai-balai yang di bawahnya terdapat perapian (madeueng) selama 44 hari, layaknya orang yang baru melahirkan. Ketika bayi itu diturunkan dari rumah, seisi kampung menjadi heran dan mengatakan: adoe nyang mume, a nyang ceh (Maksudnya si adik yang hamil, tapi si kakak yang melahirkan).

9. Mitos lainnya menceritakan bahwa pada zaman dahulu ada seorang anak raja yang sedang berlayar, dengan suatu sebab kapalnya karam. Ia terdampar ke tepi pantai, di bawah sebatang pohon yang oleh penduduk setempat dinamai pohon aceh. Nama pohon itulah yang kemudian ditabalkan menjadi nama Aceh.

10. Talson menceritakan, pada suatu masa seorang puteri Hindu hilang, lari dari negerinya, tetapi abangnya kemudian menemukannya kembali di Aceh. Ia mengatakan kepada penduduk di sana bahwa puteri itu aji, yang artinya ”adik”. Sejak itulah putri itu diangkat menjadi pemimpin mereka, dan nama aji dijadikan sebagai nama daerah, yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi Aceh.

11. Mitos lainnya yang hidup di kalangan rakyat Aceh, menyebutkan istilah Aceh berasal dari sebuah kejadian, yaitu istri raja yang sedang hamil, lalu melahirkan. Oleh penduduk saat itu disebut ka ceh yang artinya telah lahir. Dan, dari sinilah asal kata Aceh.

12. Kisah lainnya menceritakan tentang karakter bangsa Aceh yang tidak mudah pecah. Hal ini diterjemahkan dari rangkaian kata a yang artinya tidak, dan ceh yang artinya pecah. Jadi, kata aceh bermakna tidak pecah.

13. Di kalangan peneliti sejarah dan antropologi, asal-usul bangsa Aceh adalah dari suku Mantir (Mantee, bahasa Aceh) yang hidup di rimba raya Aceh. Suku ini mempunyai ciri-ciri dan postur tubuh yang agak kecil dibandingkan dengan orang Aceh sekarang. Diduga suku Manteu ini mempunyai kaitan dengan suku bangsa Mantera di Malaka, bagian dari bangsa Khmer dari Hindia Belakang.

Semoga bermamfaat untuk menambah wawasan kita tentang Aceh yang merupakan sebuah negeri yang unik dalam sejarah sepanjang Abad.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Aceh ditahun 1899

Belum lahir juga namanya Masa lalu, rupa-rupanya, tak hanya bisa ditemukan dalam buku-buku sejarah semata. Aceh masa lalu juga bisa kita temukan dalam catatan para petualang yang ditulis dalam bentuk novel; dan para petualang itu pun tak harus dimonopoli oleh mereka yang berasal dari bangsa-bangsa Portugis, Belanda, serta Inggris.

Begitulah, sampai pada suatu ketika saya menemukan Aceh seputar 1899 di dalam karya Karl May, Dan Damai Di Bumi! Penulis berkebangsaan Jerman. Hal ini penting untuk diketahui karena kala itu bangsa Jerman telah memiliki kesadaran politik akan keunikan dirinya diantara bangsa-bangsa Eropa lainnya yang sedang mengklaim sebagai bangsa Barat yang lebih berbudaya daripada bangsa-bangsa Timur. Seputar zaman itu, memang kolonialisme Barat sedang berada di puncaknya.


Karl May menuliskan karyanya itu atas dasar pengalaman petualangannya sendiri. Anehnya, ia menulis dengan perspektif perdamaian. Tentunya, ini sebuah cara pandang yang bertentangan dengan peperangan yang dikobarkan oleh kebijakan politik ekonomi negaranya.

Perihal ini, Karl May menyimpan kliping koran Handelsblad Padangs yang begitu mengesankan baginya, karena apalah artinya peperangan Belanda di Aceh?


Figur Rakyat Aceh Tahun 1899
“Hingga sekarang, perang Belanda melawan Sultan Atjeh telah memakan biaya 456.000.000 gulden. Dari situ, lebih 400.000 penduduk setempat telah ditembak mati, berarti masing-masing mereka senilai 1.140 gulden. Kalau saja kita beli tanah seharga 1.140 gulden per hektar kita akan punya tanah yang paling subur tidak kurang dari 40.000 hektar, dengan cara yang paling damai, dan tanpa rasa bersalah atas kematian orang sebanyak 60.000 jiwa….”

Suatu realitas perang yang diungkapkan ke publik, yang setelah itu, hingga perang yang baru berlalu, kita tidak pernah menemukan seberapa besar biaya perang yang telah dikeluarkan oleh Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka selama hampir 30 tahun. Akibatnya, generasi mendatang pun tidak memiliki bayangan untuk memperbandingkan biaya dan korban perang itu dengan kepentingan pembangunan yang bisa mendatangkan kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat Aceh.

Peperangan itu dinilai oleh Karl May justru dilakukan oleh bangsa yang mengklaim dirinya lebih beradab yang hingga hari ini “…belum juga mau menyadari bahwa ‘membawa peradaban’ tak ada bedanya dari ‘meneror’!

Baiklah, Karl May melakukan perjalanan ke Aceh dengan kapal Coen yang dilukiskan besar, indah, berkecepatan tinggi dengan teknologi mutakhir (tenaga uap) pada zamannya. Dari Penang, dengan tujuan Bandar Uleelheu. Namun kapal singgah di Edi (mungkin Idi), Lo-semaweh (Lhokseumawe), dan Segli (Sigli). Rupa-rupanya telah menjadi bandar kosmopolit pada kala itu. Kita bisa membandingkan sejauhmana degradasi bandar-bandar di Aceh pada saat ini.

Di pesisir sudah dibangun pos-pos militer Belanda untuk penyerangan ke pedalaman Aceh. Agaknya, kala itu Sultan Aceh sudah menyingkir ke wilayah pedalaman.


Bandar Uleelheu jauh lebih ramai. Karl May naik kereta api menuju Kota Raja, dan menginap di Hotel Rosenberg. Untuk melakukan perjalanan di dalam kota tersedia kereta kuda poni, yang berlari kencang dan kuat. Karl May mengatakan betapa orang Melayu sangat sayang dalam merawat kudanya. Sebuah situasi yang sulit untuk membayangkannya bagi generasi Aceh sekarang.

Tujuan Karl May ke Aceh, sebenarnya untuk membebaskan sahabatnya, sebuah keluarga Amerika, dari penyanderaan oleh orang Melayu di pedalaman Aceh, pegunungan Bukit Barisan. Tebusannya 50.000 gulden. Pasalnya, ayah mereka mengidap sejenis penyakit yang menurut saran medis harus beristirahat di wilayah hutan tropis. Namun, apa hendak dikata, ketika penyakitnya kumat, maka ia justru mengamuk dan membakar kuil yang terbuat dari kayu berukir dan memiliki hiasan emas.

Kuil? Klinting atau Klenteng. Sebuah realitas yang rupanya menjadi bagian dari keacehan masa itu. Memang, Islam adalah yang menjadi agama bagi penduduk di wilayah pesisir, namun pemukim yang berada di kampong kawasan pedalaman, masih ada yang menjadi pengikut Kon Hu Chu.

Kebetulan dalam rombongan Karl May terdapat seorang tabib muda, yang ahli dalam bidang tradisi keilmuan Cina yang telah tua, juga ia telah mempelajari keilmuan Barat di Eropa. Namun hal yang sangat menguntungkan, tabib muda itu juga piawai dalam hal keagamaan sehingga memudahkan komunikasi dan untuk mendapatkan kepercayaan dari komunitas Kong Hu Cu yang telah menyandera pasien berkebangsaan Amerika itu.

Sedangkan pemuka agama tersebut juga telah menimba ilmu ke Canton, dan kembali untuk menerapkannya di Aceh. Akibatnya, kasus tersebut dapat diselesaikan dengan cara diplomasi berbasiskan agama sehingga berlangsung damai.

Syafaat lain, muncul kesadaran di pihak orang Barat akan karakter Melayu. “Mereka orang terbaik di dunia, gagah, cerdas, bertenggang rasa, lembut, pemaaf, tidak egois, adil, dan terutama ramah.”

Lalu, apakah hikmah yang dapat dipetik dari kisah tersebut bagi kita yang hidup di zaman sekarang? Tentu hal yang sangat sukar untuk menjawabnya. Mungkin saya hanya dapat mengatakan pertama, mungkin ada banyak realitas masa lalu yang menjadi bagian dari keacehan itu telah hilang, bahkan belum sempat menyusup ke dalam memori generasi sekarang. Misalnya, ada keragaman keyakinan di dalam masyarakat Aceh hingga akhir abad 19. Mungkin, akibat tak pernah ada realitas tersebut dalam memori generasi sekarang, maka salah satu karakter orang Melayu Aceh yang disebut memiliki tenggang rasa itu, dalam kaitannya terhadap keberadaan penganut agama selain Islam di Aceh kini, telah hilang. Bahkan cenderung sensitif.

Kedua, saya dapat katakan bahwa Aceh mengalami degradasi kehidupan dan peradaban yang sangat dahsyat hingga hari ini. Bayangkan, Aceh lalu memiliki bandar-bandar besar yang kosmopolit, terbuka bagi dunia luar untuk masuk ke Aceh dan terbuka bagi orang Aceh untuk masuk kedua luar. Hal yang lebih tragis lagi, manakala generasi sekarang memiliki kekuasaan dan kekayaan maka yang dibangun justru lapangan terbang di hampir setiap kabupaten kota. Pembangunan Aceh kini –memang hasratnya untuk meraih kejayaan sebagaimana Aceh di masa lalu—namun, para penguasa ini bukannya merekonstruksi apa yang telah dicapai oleh generasi lalu.
Mereka ingin membangun Aceh sesuai hasratnya, bukan melanjutkan sejarah Aceh. Ketidaksinambungan, ini masalah baru yang diciptakan oleh penguasa sekarang.***

7 Isi Otak Perempuan Yang Perlu Diketahui Laki-Laki

 
Anda termasuk laki-laki yang sering cekcok dengan pasangan? Atau berkeluh, "Apa sih maunya perempuan ini?" Itu wajar. Menurut Louann Brizendine, pengarang Buku "The Female Brain", otak perempuan memang beda dengan otak laki-laki. "Tidak ada otak yang unisex," ujar pakar psikiatri saraf dari Universitas California San Francisco Amerika Serikat ini. Berikut 7 Isi Otak Perempuan Yang Perlu Diketahui Laki-Laki, yaitu :

1. Doyan mengambil resiko seiring bertambah usia Perempuan di atas 50 tahun memiliki motivasi lebih tinggi melakukan hal-hal baru. Mulai dari menyumbang untuk komunitas lokal, sampai bertualang ke tempat jauh. "Perempuan ingin melakukan sesuatu untuk dirinya setelah sekian lama mengasuh keluarga," kata Brizendine.

2. Mengalami pubertas kedua di usia 40-an Biasanya terjadi sekitar umur 43. Masa ini disebut perimenopause. Di masa ini perempuan mendapat menstruasi yang tak menentu, sering berkeringat berlebih saat tidur, dan mengalami perubahan hormon sehingga moodnya naik-turun. Menurut Brizendine, masa perimenopause berlangsung antara dua sampai sembilan tahun.

3. Mengasuh anak bisa membuat perempuan tenang. Menyusui bisa menghilangkan stres. Jurnal of Neuroscience pada 2005 menyatakan efek menyusui pada ibu bisa lebih menenangkan ketimbang penggunaan kokain. "Pada masa ini perempuan ingin semuanya teratur, termasuk suaminya," katanya.

4. Otak perempuan menciut selama hamil. Jangan emosi jika istri mendadak lemot saat hamil. Penelitian menunjukan otak perempuan menciut sebanyak empat persen selama masa kehamilan. "Tenang saja, akan normal dalam enam bulan setelah kelahiran," kata Brizendine. Selama hamil, perempuan juga tidur lebih banyak. Sebab hormon progesteron, yang membuat kantuk, meningkat sampai 30 kali lipat selama delapan pekan pertama kehamilan.

5. Rangsangan seksualnya mudah padam. Bagi perempuan, orgasme didapat jika beberapa bagian dari otaknya tertutup. Sayangnya, banyak hal yang bisa membuat bagian itu kembali terbuka. Mulai dari marah, rasa tidak percaya, bahkan kaki yang kedinginan. "Bagi laki-laki foreplay berlaku tiga menit sebelum berhubungan, bagi perempuan 24 jam sebelumnya," kata Brizendine.

6. Perempuan hindari agresi. Perempuan cenderung menhindari konfrontasi dan agresi fisik. Hal ini, Brizendine mengatakan, berasal dari insting keibuan yang mengingat kelangsungan hidup anak-anaknya.

7. Lebih rentan rasa sakit. Berbagai studi sepuluh tahun terakhir menunjukan otak perempuan lebih sensitif terhadap rasa sakit dan stres. "Hal ini menjelaskan kenapa perempuan lebih rentan terhadap depresi dan stres pasca trauma," kata Brizendine.
free counters

Share

Twitter Facebook Favorites